Loading
anak terkena kangker otak |
Mengenaskan. Seorang bocah berusia tujuh tahun di Kota Kediri kepalanya terus membesar. Sebaliknya, tubuhnya semakin kurus. Yang lebih menyedihkan, orang tuanya tidak mampu membiayai pengobatan di rumah sakit.
Bocah bernasib malang tersebut adalah Rahma Nabila. Sehari-hari Rahma hanya tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Karena kepalanya terus membesar tapi tubuhnya justru semakin kurus, jika diperhatikan, bola mata Rahma terlihat seperti hendak melompat keluar. Pandangannya tidak normal dan ia kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
Oleh dokter, Rahma Nabila divonis menderita kanker otak.Setiap hari Rahma ditemani oleh ibunya, Mariatul Ulva. Perempuan yang genap usianya 37 tahun ini sangat sabar merawat anak sulung dari tiga bersaudara yang lahir dari rahimnya itu. Ketika wartawan beritajatim.com datang ke rumahnya, di Kelurahan Bandar Kidul Gang VIII, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Rahma tengah duduk di atas kursi.
Dia terlihat lemah, dan selebihnya pasrah. Dia hanya bisa bersandar. Itu pun harus dengan bantuan ikatan kain gendong. "Sehari-hari seperti ini. Dia duduk di kursi ini. Apabila merasa capek, minta dibaringkan di atas tempat tidur," ujar Ny Ulva, begitu sapaan sehari-hari ibu Rahma, Kamis (03/05/2012).
Di atas kursi, lengan dan kaki Rahma terlihat sangat kecil. Tulang keringnya hanya terbungkus oleh kulit tipis. Kondisi inilah yang membuat hari Ny Ulva bagai tersayat-sayat apabila melihatnya.
"Tidak bisa makan makanan yang kasar. Rahma saya buatkan makanan dari nasi dan sayur-sayuran yang saya haluskan dengan blender, seperti bubur. Setiap makan sangat sedikit. Yang penting perutnya kemasukan makanan," kata Ulva. Karena penyakitnya, Rahma tidak bisa berkomunikasi dengan lancar.
Padahal, Rahma lahir secara normal, pada 1 Juni 2005. Ketika masih bayi, Ny Ulva dan suaminya, Hariadi tidak melihat ada keanehan pada fisik si buah hati.
Tetapi, saat usianya menginjak empat tahun, gejala-gejala tidak normal itu muncul. Rahma yang waktu itu masuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK) Perwanida Bandar Lor tidak seperti bocah pada umumnya. Sebagai anak-anak, seharusnya Rahma bisa bermain dan berlari-larian dengan temannya. Tetapi tidak, Rahma justru sering merangkak. Lalu, ketika memaksa ikut berlari-larian, malam harinya muntah-muntah.
"Umumnya anak-anak bisa bermain, berlari-larian ke sana ke mari. Rahma hanya diam dan merangkak-rangkak. Kemudian, apabila dia terlalu capek, malam harinya pasti muntah-muntah. Kami melihat mata sebelah kirinya goyang-goyang," kenang Ny Ulva. Melihat ada yang tidak wajar pada diri anaknya, Ny Ulva dan Hariadi berinisiatif membawa Rahma ke dokter spesialis anak, yaitu dr. Candra. Oleh dokter, Rahmad didiagnosa mengalami gangguan paru-paru.
Setelah mengkonsumsi obat yang dianjurkan dokter, kondisi Rahma tidak kunjung membaik. Lalu, dua minggu setelahnya, Rahma dibawa ke dokter spesialis syaraf, yaitu dr Tomas, di Kelurahan Banjaran, Kota Kediri. Setelah discan, diketahui bahwa Rahma mengidap kanker otak. Untungnya kanker otak yang bersifat jinak.
"Anaknya memang bersikeras ingin sekolah. Meskipun sakit, dia tetap bersekolah. Semakin hari, kondisi fisiknya semakin menurun. Sampai akhirnya dia drop. Kira-kira satu tahun setelahnya, saya bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran, di Kota Kediri," imbuh Ny Ulva. Mulai saat itu, hari-hari Rahma lebih sering dihabiskan di rumah sakit.
Pada November 2010 Rahma dirujuk ke RSUD Dr Soetomo, Surabaya. Setelah menunggu selama kurang lebih dua bulan, tepatnya pada 21 Desember, Rahma menjalani operasi pertamanya. Kangker yang berdiameter 9,6 sentimeter berhasil diangkat. "Kami bolak-balik Kediri-Surabaya selama dua bulan. Baru setelah bulan Desember itu, Rahma bisa operasi dan kankernya bisa diangkat," sahut Hariadi, ayah Rahma.
Awalnya, Hariadi dan Ny Ulva sudah merasa lega, karena penyakit yang sebelumnya menggerogoti anaknya berhasil dikeluarkan. Untuk membersihkan sisa-sisa kangker yang dikhawatirkan masih tumbuh, Hariadi membawa Rahma terapi sinar. Rahma menjalani sebanyak 25 kali penyinaran.
Ironisnya, sel kangker ternyata memang masih ada. Sel tersebut menancap pada tulang, sehingga sulit untuk diangkat secara tuntas.
Kemudian pada Agustus 2011, Hariari harus membawa kembali Rahma ke RSUD Dr Soetomo. Mereka berharap Rahma dapat segera dioperasi seperti sebelumnya. Lama menunggu, kurang lebih dua bulan tidak ada kejelasan, Hariadi akhirnya membawa pulang anak dan istrinya.
"Kami memang pasien jamkesda. Tetapi, kebutuhan selama di sana juga cukup besar. Daripada tidak ada kejelasan, dan terus terang, sudah tidak ada biaya lagi, akhirnya, mereka saya ajak pulang," keluh Hariadi. Rahma memang menjadi pasien Jamkesda yang dibiayai pemerintah. Tetapi, kata Hariadi, ada banyak obat yang harus dibeli, karena di luar caver dari Jamkesda.
Rahma sudah seharusnya menjalani operasi kembali. Tetapi, karena kondisi ayahnya yang hanya sebagai penjual kue dari pasar, lalu dijual kembali ke toko-toko, ia tidak bisa segera mendapat perlakuan medis. Hariadi menyadari kondisinya tersebut. Selama ini dia masih numpang mertuanya, Jakarya. Pengasilannya sehari-hari hanya cukup untuk biaya hidup dengan istri dan tiga anaknya. Dua anak mereka lainnya yaitu, Ahmad Labi Fuadi yang masih berusia lima tahun dan Ririn Karima masih berusia dua tahun.
Hariadi memiliki angan-angan untuk membawa Rahma berobat ke RSUD Gambiran. Ia baru saja menerima telepon dari seorang dokter di Surabaya, menyarankan agar Rahma segera ditangani kembali. Tetapi, karena kondisinya tersebut, dia masih berpikir-pikir sambil mencari uang. Dia berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri bisa meringankan bebannya dengan memberikan bantuan.
0 komentar:
Post a Comment